Otis Hahijary, Sosok di Balik Kesuksesan ANTV
TABLOIDBINTANG.COM - Pertengahan tahun ini ANTV kembali menjadi televisi nomor 1 dengan share per Rabu (16/9) 15%.
Tak hanya mengandalkan serial India, kini ANTV melesat dengan kekuatan sinetron lokal. Sebuah prestasi baru, setelah beberapa tahun bersaing di drama lokal dengan kompetitor.
Adalah Otis Hahijary (48), Vice President ANTV yang lagi-lagi mencambuk tim ANTV dengan kejeliannya membaca data dan tren.
Awal tahun ini, ANTV bertengger di posisi 3. Turun 2 peringkat dari tahun sebelumnya membuat Otis tertekan. Sebuah terobosan baru kemudian dibuat Otis.
“Kami beranjak dengan serial India di tahun 2013 dan sukses. Tapi enggak bosan, ya identik dengan India? Enggak tergelitik, ya membuat sesuatu yang baru? Saya cambuk tim saya. Ayo dong sekarang bikin yang lokal,” tantang pria kelahiran Jakarta 12 Desember 1969 ini.
Terciptalah Cinta di Pangkuan Himalaya (CDPH) yang mengambil lokasi syuting di Nepal. Dibintangi 5 artis India Shakti Arora, Radhika Madan, Ankit Bathla, Mrunal Jain, dan Digangana Suryavanshi. Tayang mulai Mei, sayangnya sinetron ini tak sesuai harapan dan akhirnya diputus di episode 11.
Otis langsung merespons cepat. Ia memindahkan bintang-bintang India tadi ke Pesbukers.
“Saya juga memindahkan Pesbukers ke slot prime time. Di bulan Ramadan itu kami punya 2 slot prime time yaitu saat sahur dan buka,” jelas Otis.
Hari demi hari rating ANTV naik. Pada Ramadan hari kesepuluh langsung menjadi nomor 1, share 17%. Di hari terakhir Ramadan share ANTV mencapai 19.3%, "Itulah kebangkitan ANTV lagi,” sebutnya.
Pria yang memiliki latar belakang pendidikan keuangan ini merasa upayanya tak lepas dari kuasa Tuhan. “Ini seperti sudah jalan Tuhan. Pesbukers naik berkat 5 bintang India itu, yang sebenarnya untuk CDPH.”
Meski gagal di CDPH, terbukti mensukseskan Pesbukers dan tentu ANTV. Selepas ramadan, Otis tetap gigih berjuang.
Dia tak kapok dengan kegagalan CDPH. Sinetron lokal yang seperti apa yang bisa sukses? “Yang jelas buat saya, tidak boleh sejenis dengan sinetron televisi pesaing. Saat CDPH tayang, televisi kompetitor menayangkan drama dengan genre sejenis. Jadi pelajarannya, enggak bisa tuh masuk dengan genre yang sama dengan televisi lain di slot prime time pula,” jelas lulusan Lancaster University, Inggris ini.
Otis merangkul beberapa rumah produksi kecil lalu membuat genre unik. Memadukan unsur horor, komedi, dan humanis lewat Jodoh Wasiat Bapak (JWB). Formula ini berhasil. JWB menempati rating nomor 3. Menyusul kemudian Cantik-Cantik Kucing Dapur, Kecil-Kecil Jadi Manten, Nadin. “Genre-genre ini sedang tidak dimainkan oleh televisi-televisi lain,” Otis menegaskan.
Setiap jamnya bagi Otis prime time. Doa dan kedisiplinan seperti nafas hidupnya. “Prinsipnya berdoa dulu baru berusaha. Jangan pernah cepat puas. Orang Indonesia harus dimarah-marahi dulu baru beres. Merasa sudah bagus, nomor 1, enggak cari elemen baru lagi. Jadi harus dicambuk terus untuk tetap berinovasi,” ucapnya.
(val / gur)